Senin, 08 Desember 2008

Tolong! Selamatkan Indonesia dari Korupsi!


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar bernyanyi bersama grup musik Slank seusai memberikan piagam penghargaan kepada Slank atas keikutsertaan grup itu dalam memberantas korupsi bersama KPK di markas Slank di Jalan Potlot, Jakarta Selatan, Rabu (16/4). Lagu "Gosip Jalanan" karya grup tersebut sempat membuat kalangan DPR merasa dipojokkan.

Selasa, 9 Desember 2008 | 06:14 WIB

"Tolong! Selamatkan Indonesia dari Korupsi!" Teriakan ini terus menggelegar dari mulut masyarakat yang sudah jengah dengan para koruptor yang merajalela. Tak jarang mereka berteriak di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, di depan Kejaksaan Agung, di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, atau di depan Istana Merdeka. Meski penanganan kasus korupsi di Indonesia terus mengalami peningkatan, tema tersebut masih harus diteriakkan di Hari Antikorupsi Se-dunia yang jatuh 9 Desember ini.

Tak kunjung selesainya masalah korupsi di Indonesia membuat masyarakat marah. Bahkan KPK pun tak luput dari kemarahan tersebut. Sebagian masyarakat menuding KPK tebang pilih dalam menangani kasus korupsi di negara ini. Contohnya, saat KPK tak kunjung menjadikan besan Presiden SBY sebagai tersangka atas kasus dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp100 miliar. Padahal, KPK selalu digaungkan menjadi satu-satunya harapan Indonesia dalam memberantas korupsi.

Menanggapi hal ini, Ketua KPK, Antasari Azhar, selalu meyakinkan publik dengan berkata, "Cermati KPK! Jangan tinggalkan sedetik pun!" Akhirnya, pada Rabu (29/10) silam, KPK menetapkan mantan petinggi BI itu sebagai tersangka kasus tersebut. Hampir sebulan kemudian tepatnya Kamis (27/11), Aulia dijebloskan ke penjara.

Namun, pemberantasan korupsi oleh KPK ini seakan digembosi oleh adanya RUU Pengadilan Tipikor yang baru. Pertama, salah satu anggota panitia khusus yang membahas tentang RUU ini, Sujud Siradjuddin, telah mengakui menerima uang terkait pengalihfungsian hutan lindung di Bintan. Meski dia mengelak mengetahui uang tersebut terkait kasus yang juga melibatkan mantan anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nur Nasution itu.

Kedua mengenai substansinya. Salah satu hal yang dipermasalahkan, tentang kedudukan Pengadilan Tipikor dimasukkan dalam Pengadilan Negeri. Dikhawatirkan, ini akan memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk lolos.

Indonesia Corruption Watch menilai hampir seluruh terdakwa kasus korupsi bebas di Pengadilan Negeri. Berbeda dengan pengadilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang belum pernah membebaskan koruptor. Jika RUU ini disahkan, terpaksa, rakyat harus berteriak, "Tolong! Selamatkan Indonesia dari Korupsi!" lebih kencang.

Untungnya, saat ini tak hanya KPK yang dengan lincahnya bergerak memberantas korupsi. Kejaksaan Agung, yang sempat diragukan masyarakat dalam komitmennya memberantas korupsi saat affair jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani mencuat, mulai menggeliat dari tidur. Kejagung mulai giat menangani kasus-kasus korupsi. Kasus terbaru adalah penyelewengan dana sistem administrasi badan hukum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Hukum dan HAM, dengan nilai kerugian negara Rp400 miliar.

Pemberantasan korupsi oleh kedua lembaga tersebut hanyalah segelintir dari banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran dari masyarakat untuk ikut melakukan usaha pencegahan dan penindakan. Dimulai dari hal terkecil, seperti mencegah korupsi waktu, mencegah pungutan liar kepada petugas layanan masyarakat, atau segera melapor ke KPK jika mengetahui adanya indikasi korupsi. Tindakan pribadi untuk menghindari praktik-praktik korupsi juga tak kalah penting.

Jika masyarakat berani tidak kepada korupsi, tindak pidana tersebut tidak akan "berkembang biak" di negeri ini. Instansi-instansi pemerintah juga tak perlu mengajukan renumerasi bagi para pegawainya. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, masyarakat sepertinya harus merelakan pita suaranya sampai putus untuk berteriak, "Tolong! Selamatkan Indonesia dari Korupsi!"

Tidak ada komentar:

 

  © 2009 NICO'S FATHER

True Contemplation Blogger Template by M Shodiq Mustika